Dalam edaran tersebut, dengan rujukan Perda Kota Pontianak Nomor 10 Tahun 2023 dan Perwali Nomor 40 Tahun 2024, diatur bahwa petugas penarikan distribusi DLH wajib dilengkapi atribut dan surat tugas. Namun, poin ini justru menimbulkan pertanyaan serius: untuk apa lagi ada petugas penarikan distribusi, jika retribusi kebersihan selama ini sudah dipungut bersamaan dengan pembayaran PDAM?
Fakta di lapangan, masyarakat Pontianak sudah lama membayar retribusi kebersihan melalui tagihan PDAM setiap bulan. Dengan adanya surat edaran baru ini, publik khawatir akan ada pungutan ganda (double payment) yang jelas-jelas berpotensi melanggar asas keadilan serta bertentangan dengan Perda dan Perwali yang berlaku.
“Kalau retribusi sudah ditarik lewat PDAM, lalu DLH kembali menurunkan petugas untuk melakukan penarikan, itu jelas tidak masuk akal. Masyarakat jangan dijadikan korban kebijakan tumpang tindih,” tegas Iskandar, Ketum Nuusantara News.
Iskandar menilai, DLH harus segera melakukan pengkajian ulang terhadap surat edaran ini. Apalagi, secara hukum, edaran hanya bersifat teknis dan tidak boleh melampaui kewenangan yang sudah diatur dalam Perda No. 10/2023 dan Perwali No. 40/2024.
Kebijakan yang membingungkan publik semacam ini hanya akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah kota. Apakah ini bentuk ketidak cermatan birokrasi, ataukah ada motif lain di balik kebijakan penarikan distribusi DLH?
Iskandar, akan terus mengawal persoalan ini, dan mendesak Wali Kota Pontianak serta DPRD Kota Pontianak turun tangan memastikan tidak ada kebijakan yang memberatkan rakyat di atas dasar aturan yang tumpang tindih.
Masyarakat berhak atas kepastian hukum, bukan kebijakan abu-abu yang membuka celah pungutan liar.
Tim red

